JADI MUALAF DIBIMBING GURU SEKUMPUL
Setelah beliau merasa sudah habis semua yang jelek-jelek dalam perut saya, kemudian beliau menyuruh saya berwudhu dan kemudian diislamkan dengan cara dituntun oleh beliau dua kalimat syahadat yang saya ikuti dengan pelan.
“Asyhaduan laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasulullaah,” ucap saya mengikuti. Begitu selesai pengucapan dan disahkan oleh hadirin, plong lah sudah rasa di hati.
Selesai acara pengislaman saya, saya kembali bercengkrama dengan Abah Guru Sekumpul. Kemudian saya memaparkan kisah lama saya di Pantai Takisung. Beliau sepertinya sudah mafhum.
“Tahu kah kamu Nak, yang menemui kamu di Pantai Takisung itu ialah Nabi Khidr AS. Beliau itulah yang menguasai lautan maupun perairan. Apakah kamu ingin berjumpa kembali dengan beliau?” terang sekaligus tawar Abah Guru Sekumpul. “Inggih,” jawab saya singkat.
Beliau lalu menyuruh saya mengambil air dalam baskom dari dapur. Beliau kemudian mengajari dan menyuruh saya bertawasul ke Nabi Khidr AS, bershalawat serta menepuk air di baskom itu tiga kali. Ajaib, sekonyong-konyong keluarlah kakek seperti yang pernah saya lihat di Pantai Takisung. Kakek yang adalah Nabi Khidr itu muncul sepinggang dari permukaan air baskom.
Saya cuma kagum tak bisa bicara. Abah Guru Sekumpul saya lihat menunduk dan mengangguk tiga kali. Sekejap kemudian, Nabi Khidr sudah menghilang.
“Nak, tadi beliau berpesan agar kamu benar-benar dalam beragama (Islam). Ibarat sekarang sudah diberi lembaran kertas putih, jangan sampai dibikin kotor lagi,” kata Abah Guru Sekumpul.
Saya (Hendra) mengingat betul pesan Nabi Khidr AS yang disampaikan melalui Abah Guru Sekumpul. Abah juga menyampaikan nasihat tambahan.
“Nak, bila kamu sudah Islam kemudian menjadi kaya raya, berarti Islam kamu tidak lah benar-benar. Namun, jika nanti kehidupanmu sulit dan susah, maka berarti kamu sudah beragama dengan benar. Sebab Allah berkehendak menguji keikhlasan kamu mengikut agama yang hak ini,” papar Abah Guru Sekumpul.
Saya hanya bisa menganggukkan kepala seraya berkata, “Inggih Abah.” Beliau kemudian berdoa memohon kepada Allah semoga saya ditetapkan iman dan selamat dunia wal akhirat untuk bisa berkumpul dengan beliau kembali di akhirat. Saya merinding jika mengingat peristiwa itu.
Perlu diketahui bahwa selama saya menjadi pastur di gereja di Banjarbaru itu,
kehidupan saya begitu menyenangkan, tak ada kesusahan. Tiap kali mau belanja
atau apa saja, tinggal ambil duit di kas gereja. Pokoknya, sumbangan dari
gereja yang lebih tinggi, dari Vatikan dan sumbangan jemaat begitu banyak, saya
tak pernah kekurangan uang, bahkan berlebih.
Setelah saya masuk Islam, kehidupan yang susah pun langsung saya temui. Namun, untunglah, keluarga Guru Rosyad terkadang memanfaatkan jasa saya menyetirkan mobil keluarga mereka, misal pergi ke undangan acara maulidan dan pengajian.
Lanjutkan membaca…… MOBIL MOGOK DAN BENSIN DARI AIR