BAIK Abah Guru Sekumpul maupun Gus Dur adalah ulama. Namun keduanya tampil sebagai ulama dalam pola dan lapangan pengabdian yang berbeda, meski dasar ajaran yang dikemukakan pada dasarnya sama.
Guru Sekumpul, Shohibul Fadhillah Al-‘Allimul ‘Allamah Al-‘Arif Billaah Al-Bahrul Ulum Al-Waliy Qutb Al-Mukarram As-syaikh KH Muhammad Zaini bin Al-‘Arif Billaah H Abdul Ghoni Al-Banjari adalah ulama par excellent. Beliau menempuh pendidikan dalam lingkungan keagamaan tradisional yang ketat, hampir tanpa persentuhan sedikit pun dengan pendidikan modern.
Lalu pada masanya kemudian beliau dipercaya oleh guru-guru beliau untuk memberikan pengajian sendiri. Mula-mula di kampung Keraton. Namun karena pengajiannya makin membesar, dan kampung Keraton tak bisa menampung lagi, beliau pindah ke sebuah kawasan yang relatif masih sepi: Sekumpul.
Pengajian-pengajian Guru Sekumpul berisi pengajaran-pengajaran tasawuf, baik tasawuf akhlaqi maupun falsafi. Selain itu, beliau juga menggelar pembacaan shalawat Simthut Durror, yang dua dekade kemudian populer di sekujur Jawa melalui pengasuhan Habib Syekh yang bersuara empuk.
Guru Sekumpul memberikan pengajaran dengan menggunakan kitab dan orang-orang –juga dengan memegang kitab yang dibacakan– duduk menyimak pembacaan dan penjelasan kitab tersebut. Cara mengajarnya sangat komunikatif sekali dan mudah dipahami. Sesekali beliau menyelipkan humor yang segar. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Banjar dengan diselingi Bahasa Indonesia.

Guru Sekumpul tak pernah mengenal yang namanya diskusi, seminar, workshop dan sejenisnya. Beliau tak pernah ikut pelatihan organisasi apapun. Beliau juga bukan orang politik, meski demikian, pengaruh politiknya sangat besar sekali, khususnya di kawasan Kalimantan. Karena itu taklah aneh jika hampir seluruh pimpinan politik di kawasan tersebut menyempatkan untuk mengunjungi beliau dan setiap calon pimpinan daerah berusaha mengejar restu beliau.
Berbeda dengan itu, Gus Dur, KH Abdurrahman Wahid, tumbuh sebagai ulama dengan kombinasi pendidikan keagamaan tradisional dan pendidikan modern. Ia menulis esai-esai dan mengulas berbagai perkara mulai agama hingga sepakbola di media-media. Ia menjelajahi berbagai profesi dari pekerja LSM, dosen, penulis, konsultan, politisi dan lain-lain. Ia juga bertemu dengan banyak kalangan yang berwarna-warni dan beragama dari agama, etnis, bangsa, budaya, profesi dan banyak lagi lainnya. Artinya sebagai ulama, Gus Dur adalah ulama dengan banyak wajah dan dengan gelanggang yang sangat luas.
Gus Dur memandang tinggi Guru Sekumpul dan karena itu meminta beliau untuk masuk ke jajaran mustasyar, dewan penasihat, himpunan sembilan ulama yang layak memberikan nasihat. Sebaliknya Guru Sekumpul sendiri memandang Gus Dur sebagai ulama.
MENGENALKAN ISLAM YANG RAMAH DAN BASAH .. lanjut ke sebelah