Guru Sekumpul dan Gus Dur: Dua Wali Awal Abad 21 - Page 2 of 2 - ayooha.com ! Portal Berita Banua Terkini

ayooha.com ! Portal Berita Banua Terkini

Guru Sekumpul dan Gus Dur: Dua Wali Awal Abad 21

  • Sabtu, 26 Januari 2019 | 10:32
  • Dibaca : 2009 kali
Guru Sekumpul dan Gus Dur: Dua Wali Awal Abad 21
Gus Dur dan Abah Guru Sekumpul, shalat sunah sebelum Jumatan di Masjid Al Karomah Martapura. pada Jum'at, 26 Mei 2000. foto istimewa

MENGENALKAN ISLAM YANG RAMAH DAN BASAH

Lantas di manakah ‘perjumpaan’ antara keduanya? Perjumpaan keduanya terletak pada konsistensi untuk memperkenalkan Islam sebagai agama tauhid dengan nilai-nilai yang universal: kasih sayang, perdamaian, pembebasan. Islam sebagai yang berserah diri dan pasrah. 

Guru Sekumpul tak pernah terlibat dalam dialog-dialog antaragama, tetapi pengajaran-pengajaran beliau mengandung dimensi pengembangan jiwa pribadi maupun umat secara mendalam. Seorang teman Katolik pernah bercerita bahwa ia pernah mendengar beberapa kali rekaman pengajian Guru Sekumpul dan ia mengaku sangat apresiatif.

Pengajaran-pengajaran Guru Sekumpul penuh dengan nilai-nilai positif, pembangunan karakter jiwa, optimisme, dan kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Dan yang penting lagi, menurutnya, tidak ada sama sekali, nada-nada permusuhan dengan kalangan lain.  

Bergerak di wilayah lain dan dengan strategi yang berbeda, Gus Dur memperkenalkan Islam yang ramah, bukan yang marah. Tak lelah dan tak kenal henti ia meyakinkan bahwa Islam agama yang penuh penghormatan pada martabat kemanusiaan, toleran, dan adil. 

Sebuah tulisan dari Muqarramah Sulaiman Kurdi di Gusdurian.net dengan baik mengulas perjumpaan Islam yang diajarkan Guru Sekumpul dan 9 nilai yang dikembangkan Gus Dur selama ini. Dalam bahasa yang singkat, keduanya mengajarkan ‘Islam yang basah’, mengutip Frithjof Schuon, bukan ‘Islam yang kering’, yang hanya memperkenalkan aspek-aspek permukaan dan parsial dari Islam.

Tak heran kalau keduanya sangat mendalam pengaruhnya di kalangan pengikutnya masing-masing. Dan tidak aneh juga jika seseorang bisa menjadi pengikut Guru Sekumpul sekaligus penyuka Gus Dur seperti tercermin dalam sosok pemilik restoran yang dikutip di pembuka tulisan di atas.

Saya bersyukur pernah berguru kepada kedua ulama ini secara langsung. Pada masa pendidikan di pesantren dulu, saya cukup sering mengikuti pengajian Guru Sekumpul. Waktu itu, beliau masih menyelenggarakan majlis di Kampung Keraton dan belum lagi pindah ke daerah Sekumpul.

Pengajian Abah Guru di Mushala Aurraudha, Sekumpul, Martapura. foto istimewa

Dari Pondok PesantrenAl Falah di Landasan Ulin Banjarbaru, kami naik angkot ke kota Martapura (Kabupaten Banjar) sehabis shalat Ashar, mengikuti salat magrib jamaah dan kemudian dilanjut dengan pengajian kitab beliau, di antaranya kitab Ihya ‘ulumiddin dan Risalah Mu’awanah. Sementara pada masa mahasiswa, saya sering sekali bertemu Gus Dur, bahkan sempat berbincang-bincang berdua secara lebih dekat.  

Baca Juga :  Satu Keluarga Miskin Ini Terkejut Tatkala Guru Sekumpul Pulang dari Rumah Mereka

Beberapa tahun lalu, ketika ziarah ke makam para wali, baik di Kalimantan maupun di Jawa, saya pernah terpikir bahwa mereka yang disebut wali dan makamnya dikeramatkan dan diziarahi orang banyak tak henti-henti, adalah tokoh-tokoh masa lalu. Sekarang dan akan datang tak akan pernah ada lagi sosok-sosok demikian.

Ternyata anggapan saya itu keliru. Ketika Tuan Guru Haji Zaini Ghoni atau Guru Sekumpul wafat tanggal 10 Agustus 2005, lautan manusia melepaskan kepergian beliau. Setelah itu makam beliau di Sekumpul yang sangat bersih dan tertata rapi tiap hari selalu diziarahi banyak orang. Dan haul tahunan Guru Sekumpul juga dihadiri ratusan ribu umat Islam.

Tak berbeda jauh dengan Guru Sekumpul, ketika Gus Dur wafat 30 Desember tahun 2009, ribuan orang juga turut melepasnya. Lalu setelah itu makamnya di Tebu Ireng kini menjadi situs ziarah yang tak pernah habis.

Sedemikian besarnya, tak aneh jika K. H. Maimun Zubair dari Sarang, pernah mengemukakan kecemburuannya dan bertanya kepada Gus Mus, apa gerangan amalan rutin Gus Dur sehingga pemakamannya dihadiri ratusan ribu orang dan makamnya tak pernah sepi penziarah. Uniknya penziarah Gus Dur bukan hanya umat Islam, sebagian juga datang dari kalangan lain.

Baik Tuan Guru Sekumpul dan Gus Dur adalah wali Indonesia abad 21. (ayooha.com)  

Penulis: Hairus Salim HS, aktivis NU; pendiri Yayasan LKiS

Artikel bagian ke-3 (Habis) dari tulisan asli berjudul: “Gus Dur dan Guru Sekumpul: Sebuah Pertemuan”, dimuat di NU Online (nu.or.id)

Artikel juga pernah dimuat di : muslimoderat.com, gusdurian.net































Facebook Comments

Theme Wordpress Untuk Portal berita Professional