KISAH nyata ini saya alami dan saya saksikan sendiri pada bulan Rajab tahun 1993 dan ini adalah tentang sebagian kecil dari karomah Abah Guru Sekumpul (Al-‘Allimul ‘Allamah Al-‘Arif Billaah Al-Bahrul Ulum Al-Waliy Qutb Al-Mukarram As-syaikh KH Muhammad Zaini bin Al-‘Arif Billaah H Abdul Ghoni Al-Banjari). Dan kisah ini dapat saya pertanggung jawabkan di hadapan Allah dari dunia sampai akhirat kelak.
Saya tinggal bersama 3 orang teman dalam satu kamar asrama di kawasan Antasan Senor Ilir, Martapura, Kab Banjar (Kalsel). Malam itu tepat malam Jum’at di bulan Rajab pada tahun 1993.
Selesai rapi melaksanakan aktivitas di asrama dan pekerjaan lainnya, kami pun bersiap-siap untuk tidur. Di kamar hanya ada saya dan kawan yang berasal dari Kab Kuala Kapuas (Kalteng). Kebetulan kawan saya yang satunya (asal Kota Rantau, Kab Tapin, Kalsel) malam itu ikut kawannya jalan-jalan ke Banjarmasin, karena Jum’at siangnya pondok libur.
Sebelum tidur, sudah jadi kebiasaan kami untuk shalat sunnah
2 raka’at dulu. Sehabis itu ditambah dengan sedikit wiridan. Namun, pada bagian
lain, malam itu saya merasakan ada sesuatu yang tidak biasanya terjadi
sebelumnya. Ada sesuatu yang aneh, firasat saya mengatakan demikian.
Sayup-sayup, kawan saya yg asal Kapuas itu tiba-tiba saja berkata kaya begini :
“Iya guru, ulun sudah siap, minta ridho piyan dari dunia sampai ke akhirat.”
(iya Guru, ulun sudah siap, saya minta ridho dunia akhirat).
Posisi kawan saya itu, saat berbicara sendirian itu, masih duduk di atas sajadah, usai wiridan dan baca Alquran.
Sambil rebahan menjelang tidur, saya bertanya sama dia :
“Kanapa ikam bapander sorangan, ikam sudah kasyaf kah,” kata saya ngajak becanda kawan saya itu.
(Kenapa kamu kok ngomong sendirian, ente sudah kasyaf ya).
Kawan saya tadi menjawab begini :
“Mudah-mudahan malam ini menjadi malam yang berkah untuk kita lahir batin dunia akhirat.”
Saya masih belum ngeh akan jawabannya. Saya masih berpikir itu adalah jawaban umum yang normatif. Lagian, saya masih belum percaya, kalau kawan sekamar saya itu kasyaf, bicara sendian tanpa ada lawan bicara.
Namun sekali lagi, di sisi lain, saya merasakan malam itu, terasa aneh dari malam-malam sebelumnya. Hawa dingin sejuk, suasana hati sangat tenang, seolah-olah tak ada beban apapun dalam hidup. Nah, ringkas cerita, dan tentu saja tanpa disadari, kami pun terlarut.